Trump Dikabarkan Perketat Syarat Pengiriman Komoditas Strategis ke China
Amerika Serikat (AS) dilaporkan kembali bermanuver untuk mengekang pertumbuhan ekonomi hingga Industri dari China. Washington dikabarkan telah memerintahkan sejumlah besar perusahaan untuk menghentikan pengiriman barang menuju negara tersebut tanpa izin ekspor dari AS.
Dilansir dari Reuters, Jumat (30/5), Rezim Presiden Amerika Serikat, Donald Trump disebut tengah berusaha membatasi akses terhadap produk penting bagi sektor-sektor utama, termasuk perangkat lunak desain semikonduktor, bahan kimia seperti butana dan etana, peralatan mesin, dan peralatan penerbangan.
Baca Juga: Ketegangan China–Taiwan Memanas, Saling Tuduh Soal Serangan Siber
Dalam melakukan hal tersebut, salah satu manuver yang dilakukan mencakup pencabutan izin ekspor yang telah diberikan sebelumnya kepada sejumlah pemasok. Beberapa perusahaan teknologi dan industri besar bahkan mengaku telah menerima surat pemberitahuan soal itu dari Departemen Perdagangan AS.
“Dalam beberapa kasus, kami telah menangguhkan lisensi ekspor yang ada atau menetapkan persyaratan tambahan selama proses tinjauan berlangsung,” kata Juru Bicara Departemen Perdagangan AS.
Fokus utama dari pembatasan ini tampaknya menyasar industri semikonduktor, di mana perusahaan yang memasok perangkat lunak otomatisasi desain elektronik kini diwajibkan memiliki lisensi baru untuk melakukan pengiriman ke China. Langkah ini tidak serta-merta merupakan larangan penuh, melainkan ekspor akan ditinjau kasus per kasus.
Kebijakan ini juga berdampak pada sektor kimia dan manufaktur peralatan, termasuk perusahaan yang memproduksi bahan baku penting seperti butana dan etana, serta alat berat untuk produksi presisi tinggi.
Hingga kini, belum ada kejelasan apakah pembatasan ini merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk menciptakan daya tawar baru dalam negosiasi dagang dengan China.
Baca Juga: Jalur Kereta Internasional Vietnam-China Beroperasi Lagi
Gedung Putih belum memberikan komentar resmi mengenai kebijakan ini. Namun, sejumlah analis menilai kebijakan tersebut dapat memperburuk ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia.
(责任编辑:焦点)
- Ketua MUI Singgung Lengan Baju Ganjar Pranowo Saat di Video Azan: Kenapa Tidak Digulung?
- Jokowi Absen di 'JakAsa', Pengamat Sebut Ada Alasan Politik di Baliknya
- Pas Formula E Digelar, Pasti Jakarta Macet, Pasti!
- ASUS ProArt PX13 (HN7306), Laptop AI Serbaguna untuk Kreator
- 30.878 personel Polisi Bakal Pindah Secara Bertahap ke IKN
- 7.527 Penumpang Tercatat di Terminal Tipe A Mangkang, Menhub Dudy Dukung Optimalisasi
- DPR Minta Wacana Ujian Nasional 2026 Tak Bebani Siswa dan Guru Imbas Pergantian Menteri
- Tak Soal Proyek Monas Distop, Gerindra Bilang: Gampang, Anies Tinggal Kirim Surat
- 6 Tersangka Pengaturan Skor Liga 2 Tak Jalani Penahanan, Satgas Anti Mafia Bola Ungkap Alasannya
- Puji Makan Bergizi Gratis, Kepsek Bersyukur Siswa Tak Bawa Makanan Instan Lagi
- Pulau Jawa dan Bali Siap Jadi Tujuan Mudik Nataru 2024
- Gus Miftah Mundur dari Utusan Khusus Presiden, Gus Fahrur PBNU: Dipertahankan Saja!
- Masih Soal Kasus Setnov, Mahfud: Segera Dilimpahkan ke Pengadilan
- Ibu kota Pindah, Masalah Jakarta Gak Langsung Selesai Kan?
- Terbentuk di 33 Provinsi, Tim Hukum Nasional AMIN Bertugas Awasi Pilpres 2024
- Simak Tata Tertib Peserta Ujian SKTT PPPK Kemenag 2024, Jangan Diabaikan!
- Polda Metro Jaya Tilang 161 Motor Penerapan ETLE
- Dolar Menguat, Investor Masih Dibayangi Kekhawatiran Dampak Tarif AS
- Merasa Tak Nyaman saat Menginap di Rumah Mertua, Apa Alasannya?
- Cawagub Riza Patria Setor Muka ke Fraksi