Menkes Tegaskan Uji Klinis Vaksin TBC Bukan Jadikan Warga Indonesia Kelinci Percobaan
JAKARTA,quickq会员购买 DISWAY.ID --Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa uji klinis vaksin tuberkulosis (TBC) yang dilakukan di Indonesia bukan menjadikan masyarakat sebagai kelinci percobaan.
"Ini bukan seperti kelinci percobaan. (Isu) seperti itu adalah pengaruh yang mau disebarluaskan supaya orang tidak mau vaksin," kata Budi pada Peluncuran Nasional Gerakan Bersama Penguatan Desa dan Kelurahan Siaga TBC di Kantor Lurah Rambutan, Jakarta Timur pada Jumat, 9 Mei 2025.
Sebaliknya, narasi negatif terhadap vaksin TBC justru menjadi pemicu semakin banyaknya korban berjatuhan akibat penyakit berbahaya termasuk TBC.
BACA JUGA:Cek Cara Lapor Diri PPG Daljab Guru Tertentu 2025 Lengkap Dokumen yang Diunggah, Peserta Wajib Tahu!
BACA JUGA:Jadwal dan Syarat Seleksi Jalur Prestasi dan PPKB UI 2025, Camaba Wajib Tahu!
"Menurut saya sudah terbukti. Covid-19 saja turun (kasus setelah) divaksinasi. Kan, dulu juga banyak yang bilang ke teman-teman, Covid-19 jangan divaksinasi, ada chip-nya, ada ini, ada apa, bioweapon. Justru orang-orang itu yang sangat jahat," ungkapnya.
Mengingat, Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia dengan jumlah penderita TBC terbanyak.
"Di Indonesia, diestimasi ada 1 juta orang baru terkena TBC setiap tahun dan 125 ribu meninggal (tiap tahun). Jadi kalau di Indonesia, setiap 4 menit 1 (orang meninggal)," unggkapnya.
Ia juga meyakinkan bahwa uji klinis tahap terakhir ini bukan mengetes terkait keamanan, tetapi efektivitas vaksin itu sendiri.
Dijelaskannya pada tiap tahapan tersebut, "clinical trial 1 (menguji) aman atau tidak. Clinical trial 2 (menguji) bisa di manusia, aman atau tidak. (Clinical trial 3), dia afektivitasnya kalau dikasih yang sembuh berapa persen."
BACA JUGA:Pengamat Soal Gelombang PHK Masif: Sinyal Bahaya Ekonomi Indonesia
BACA JUGA:Sambut Baik Rencana Pemerintah Tulis Ulang Sejarah Indonesia, MPR RI: Bisa Berikan Edukasi Masyarakat
"Sekarang di clinical trial 3 itu mengecek efektivitasnya dari 100 yang diobati, yang sembuh atau tidak tertuluar berapa, 60 persen atau 70 persen atau 80 persen.
Jadi ini secara saintifik, ini vaksinnya sudah terbukti aman," tuturnya. Ia memastikan bahwa pengembangan vaksin ini dilakukan oleh para ahli, termasuk yang terlibat adalah peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran.
- 1
- 2
- »
(责任编辑:休闲)
- Heboh Roti Pakai Pengawet Kosmetik, Berapa Umur Simpan Roti yang Aman?
- Jelang Hari Lahir Pancasila, PLN UIP JBT Perbaiki Jalan Rusak di Sekitar Proyek PLTA Upper Cisokan
- Jangan Salah, Ini Beda Autoimun dan Alergi Biasa
- FOTO: Khusyuk Ibadah Sambut Imlek di Vihara Amurva Bhumi
- Sepeda Motor Meledak di Gedung Kemenlu
- Wahana Seru, Jam Buka, dan Harga Tiket Masuk Jatim Park 2
- Dudung Abdurrachman Tegaskan Tak Ada Istilah TNI Takut Sama Ormas
- Doa untuk Perempuan yang Sudah Meninggal Sesuai Sunah
- 6 Mantan General Manager ANTAM Tersangka Pemalsuan Emas 109 Ton, Kejagung: GM dari 2010 Hingga 2022
- UMKM Perempuan Hadapi Tantangan Besar dalam Akses Pembiayaan, Ini Solusinya
- GAMAMILK: Solusi Nyeri Sendi Alami, Aman untuk Lansia
- Resep Sambal Ijo Padang Tahan Lama ala Resto
- Mau Sewa Helikopter buat Hindari Macet Jakarta, Berapa Biayanya?
- 8 Ayat Suci Al
- BPIP Siapkan Paskibraka Tampil Prima
- Diperdebatkan Ganjar dan Prabowo, Kapan Stunting Sebaiknya Dicegah?
- Cara Membuat Nasi Kuning, Gampang Bisa Pakai Rice Cooker
- Sunat Perempuan di Antara Bahaya dan Tradisi
- Harga Emas Antam Naik Rp14 Ribu Jelang Idul Adha, Kini Dijual Rp1.938.000 per Gram
- IDEC 2025 Digelar 14