CEO DeepMind Kasih Peringatan! Bahaya AI Lebih Besar dari Sekadar PHK Massal
CEO DeepMind, Demis Hassabis, menegaskan bahwa ancaman terbesar dari kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) bukan sekadar soal hilangnya lapangan kerja, melainkan potensi penyalahgunaan teknologi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Dua-duanya memang risiko besar, tapi yang saya paling khawatirkan adalah penyalahgunaan AI,” kata Demis dalam wawancara dengan CNN pada ajang South by Southwest (SXSW) di London, dikutip Selasa (10/6).
Demis menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap pengembangan dan distribusi sistem AI, terutama saat ini ketika kekhawatiran global soal dampak teknologi tersebut terhadap pasar tenaga kerja terus meningkat. Apalagi sebelumnya, CEO perusahaan AI Anthropic juga telah memperkirakan bahwa AI bisa menghapus hingga setengah dari pekerjaan kantoran level awal.
Baca Juga: Samsung Siap Luncurkan Cline, Asisten AI Canggih untuk Programmer
Namun menurut Demis, ancaman paling serius justru datang dari kemungkinan disalahgunakannya artificial general intelligence (AGI), yaitu jenis AI yang memiliki kecerdasan setara manusia dan dapat disesuaikan untuk berbagai kepentingan.
“Teknologi ini bisa saja dimanfaatkan oleh pihak jahat untuk hal-hal berbahaya. Tantangannya adalah, bagaimana kita bisa membatasi akses ke sistem-sistem AI yang sangat kuat ini agar tidak disalahgunakan, tapi tetap memungkinkan orang baik menggunakannya untuk hal-hal luar biasa?" jelasnya.
Peringatan Demis sejalan dengan laporan dari sejumlah lembaga pemerintah Amerika Serikat. Pada Mei lalu, FBI melaporkan adanya kasus penggunaan AI untuk meniru suara pejabat negara. Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS tahun lalu telah mengategorikan AI sebagai ancaman terhadap keamanan nasional yang berpotensi menimbulkan dampak katastrofik.
Selain itu, penyebaran konten deepfake yang difasilitasi AI, termasuk dalam bentuk pornografi nonkonsensual, juga menjadi perhatian serius dan kini telah dilarang melalui Undang-Undang Take It Down di Amerika Serikat.
Baca Juga: Pengguna Aktifnya Capai 1 Miliar, Meta AI Siap Tawarkan Layanan Berbayar
Menghadapi situasi ini, Hassabis menyerukan pentingnya kerja sama global dalam membentuk regulasi bersama terkait penggunaan AI. Meski begitu, ia mengakui bahwa kondisi geopolitik dunia saat ini menyulitkan terbentuknya konsensus dalam waktu dekat.
“Memang sulit dengan kondisi geopolitik saat ini, tapi saya harap saat AI makin canggih, dunia akan sadar pentingnya aturan bersama,” ungkapnya.
Di tengah kekhawatiran itu, Hassabis tetap optimistis terhadap masa depan. Menurutnya, meskipun AI membawa disrupsi besar di pasar tenaga kerja, teknologi ini berpotensi menciptakan jenis pekerjaan baru yang bahkan lebih baik dari yang ada saat ini.
“Perubahan besar pasti terjadi. Biasanya, akan muncul jenis pekerjaan baru yang bahkan lebih baik dari yang digantikan. Kita lihat saja apakah itu juga akan terjadi kali ini," pungkasnya.
(责任编辑:焦点)
- Saham Emiten Pengelola Starbucks (MAPB) Masuk Pantauan BEI, Ada Apa?
- NYALANG: Taman Bunga dari Utara
- 6 Kandungan Skincare Biar Awet Muda, Bye
- Jelang Debat Cawapres, Cak Imin Ngaku Deg
- Mulai Hari ini, Warga Indonesia ke China Transit Bebas Visa 240 Jam
- 英国伦敦大学金史密斯学院怎么样
- 国外室内设计留学学校有哪些?
- Terima Surat PPATK Soal Transaksi Janggal Partai Politik, Bawaslu: Sifatnya Rahasia
- SNPMB 2025, Cek Tata Cara Daftar SNBP Masih Dibuka Sampai 18 Februari
- 11 Ribu Pasien Thalasemia di RI per Tahun 2023, Tertinggi di Jabar
- FOTO: Busana
- Eksplorasi Taman dan Waktu dalam Tema Met Gala Tahun Ini
- Lauk MBG Banyak Tak Disukai Siswa, Badan Gizi Nasional Buat Variasi Menu Tambahan
- Kasihan Anies! Yang Banjir Semarang, Dia yang Kena Getahnya: Masa Gak Bisa....
- Dewas KPK: Ada 329 Laporan Masyarakat Selama Periode 2019
- 英国伦敦大学金史密斯学院怎么样
- 美国帕森斯设计学院地址在哪里
- Jajak Pendapat 20 Negara Terindah di Dunia, Indonesia Kalahkan Jepang
- Dewas Sebut Pimpinan KPK Bernyali Kecil dalam Berantas Korupsi
- Duh! Rp10,79 Triliun Dana KUR Dikucurkan Buat UMKM DKI Jakarta, Eh Ternyata Masih Ada Kendala...