UNICEF: 2024 Salah Satu Tahun Terburuk dalam Sejarah bagi Anak
Sekitar 473 juta anak, atau lebih dari satu dari enam anak, diperkirakan tinggal di daerah konflik di seluruh dunia, menurut badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNICEF.
Berdasarkan data UNICEF pada tahun 2023 sendiri, populasi anak di dunia yang berusia di bawah 18 tahun adalah sebanyak 2,4 miliar.
Pernyataan UNICEF sendiri muncul pada hari Sabtu (28/12) ketika konflik terus berkecamuk di seluruh dunia, termasuk di Gaza, Sudan, dan Ukraina, di sejumlah tempat-tempat lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilihan Redaksi
|
Menurut Russell, seorang anak yang tumbuh di zona konflik lebih mungkin putus sekolah, kekurangan gizi, atau dipaksa meninggalkan rumah mereka dibandingkan dengan anak yang tinggal di tempat tanpa konflik.
"Ini tidak boleh menjadi normal baru. Kita tidak bisa membiarkan satu generasi anak-anak menjadi korban perang dunia yang tak terkendali," kata direktur tersebut.
Persentase anak-anak yang tinggal di daerah konflik telah berlipat ganda, dari sekitar 10 persen pada tahun 1990-an menjadi hampir 19 persen saat ini, kata UNICEF.
Menurut laporan tersebut, 47,2 juta anak mengungsi karena konflik dan kekerasan pada akhir tahun 2023.
Tren untuk tahun 2024 menunjukkan peningkatan lebih lanjut dalam pengungsian karena berbagai konflik telah meningkat, termasuk di Haiti, Lebanon, Myanmar, wilayah Palestina, dan Sudan.
Selain itu, dalam data terbaru yang tersedia, dari tahun 2023, PBB memverifikasi rekor 32.990 pelanggaran berat terhadap 22.557 anak, jumlah tertinggi sejak pemantauan yang diamanatkan Dewan Keamanan PBB dimulai, menurut UNICEF.
Ada tren peningkatan keseluruhan dalam jumlah pelanggaran berat, dengan tahun ini kemungkinan akan terjadi peningkatan lagi, karena menurut UNICEF, ribuan anak telah terbunuh dan terluka di Gaza, dan di Ukraina.
Laporan UNICEF juga menyebut kekerasan seksual terhadap anak-anak telah melonjak, pendidikan mereka telah terpengaruh, tingkat kekurangan gizi anak-anak telah meningkat dan konflik bersenjata telah berdampak lebih besar pada kesehatan mental anak-anak.
"Dunia mengecewakan anak-anak ini. Saat kita melihat ke tahun 2025, kita harus berbuat lebih banyak untuk membalikkan keadaan dan menyelamatkan serta meningkatkan kehidupan anak-anak," kata Russell.
(wiw)(责任编辑:综合)
- 78 Persen Konsumen Pertalite Rutin Mengisi Kendaraannya 19,5 Liter Setiap Hari
- 30 Kamera VR Ramaikan Pelantikan Anies
- KAI Uji Coba Akses Baru Stasiun Tanjung Barat, Lalui Apartemen Samamesta Mahata Mulai Hari Ini
- Preferensi Pilah
- Apa Efek Samping dari Mandi Air Garam?
- Ini 3 Lokasi Car Free Night Jakarta untuk Rayakan Malam Tahun Baru
- Kejagung Periksa 10 Saksi Terkait Dugaan Korupsi Minyak Mentah di Pertamina
- Menyoal Raw Milk, Apa Benar yang Alami Lebih Sehat?
- 5 Tips Tidur Nyenyak, Bikin Penurunan Berat Badan Makin Lancar
- Gambaran Dunia Traveling 2070: Paspor Detak Jantung dan Hotel Pintar
- Kasus Eks Rektor UP Mandek 8 Bulan, Wamen PPPA Veronica Tan Geram
- Mengenal Delirium, Kondisi Mental yang Diangkat dalam 'Light Shop'
- FOTO: Geliat Pabrik Sake Modern di Jantung Kota Tokyo
- Menko Infrastruktur Dorong Sinergi Pembiayaan Infrastruktur Bersama PERBINA dan Standard Chartered
- Utusan Trump Ketar
- FOTO: Warna
- FOTO: Festival Unik Perang Tepung dan Telur Els Enfarinats di Spanyol
- Kembali Torehkan Prestasi Global, BRI Sabet Tiga Penghargaan dari The Asset
- Mengenal Putu Bambu Medan, Apa Bedanya dengan di Pulau Jawa?
- KNEKS Ingin Program Syariah Masuk RPJMD Seluruh Provinsi