Dolar AS Loyo, Rupiah Tipis Naik! Trump Digoyang Tarif, Pasar Cemas Data Ketenagakerjaan
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada Rabu (4/6/2025), di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar terhadap kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump serta penantian rilis data ketenagakerjaan AS pada akhir pekan ini. Kondisi ini dimanfaatkan rupiah yang menguat tipis 14 poin ke level Rp16.294 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat melemah ke Rp16.308.
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, menjelaskan pelemahan dolar dipicu oleh kekhawatiran atas kebijakan proteksionis Washington dan eskalasi geopolitik global.
“Pasar kini mempertanyakan dampak jangka panjang dari kebijakan proteksionis Trump, terutama setelah tarif terhadap baja dan aluminium kembali digandakan,” ujar Ibrahim dalam keterangan tertulis, Rabu (4/6/2025).
Baca Juga: Perang Dagang AS-Tiongkok Ganggu Aturan Global, Dolar Tak Lagi Sakti
Kabar positif muncul dari Washington terkait kemungkinan komunikasi langsung antara Presiden Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam waktu dekat. Meskipun belum pasti, hal ini memberi harapan akan dimulainya kembali negosiasi dagang yang sempat mandek.
Namun, tensi geopolitik tetap tinggi setelah Ukraina dikabarkan melancarkan serangan bawah laut terhadap infrastruktur penting Rusia di Krimea. Ketegangan ini memicu kekhawatiran investor global dan menambah tekanan terhadap aset berisiko.
Di sisi moneter, sejumlah pejabat Federal Reserve menyatakan tidak ada indikasi perubahan suku bunga dalam waktu dekat, menandakan sikap hati-hati bank sentral terhadap kondisi ekonomi AS yang belum stabil.
Baca Juga: Dolar Melemah, Indonesia Disebut Berpeluang Jadi Magnet Baru Investasi Global
Dari dalam negeri, rupiah mendapat tekanan dari revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Lembaga tersebut memangkas proyeksi pertumbuhan 2025 dari 4,9% menjadi 4,7%, menyusul revisi sebelumnya dari 5,2%.
OECD menyebut lemahnya sentimen bisnis dan konsumen, serta tingginya biaya pinjaman, menjadi penghambat konsumsi dan investasi swasta di paruh pertama 2025. Kendati inflasi tetap terkendali, potensi arus keluar modal dan defisit transaksi berjalan tetap menjadi risiko utama.
“Penguatan ini masih sangat terbatas, dan rupiah tetap rentan terhadap arus modal keluar yang dipicu oleh ketidakpastian eksternal maupun dalam negeri,” kata Ibrahim.
Untuk perdagangan Kamis (5/6/2025), rupiah diperkirakan bergerak fluktuatif namun cenderung menguat di kisaran Rp16.250–Rp16.300 per dolar AS.
(责任编辑:休闲)
- Soal Jatah Menteri, Sandiaga Ngaku Belum Ada Komunikasi dengan Prabowo
- Kementerian PPPA: 55 Persen Perempuan Indonesia Masih Sunat, Pelanggaran HAM Jadi Sorotan
- Dampak Konflik Geopolitik Timur Tengah ke Perekonomian Indonesia Dibeberkan Ekonom
- KPK Didesak Seret Penyuap Sekretaris MA Hasbi Hasan
- Partai Demokrat Serahkan Surat Rekomendasi untuk 52 Pasangan Pilkada 2024
- Jepang Pakai Sistem Baru untuk Turis Indonesia, Cegah Overstay Ilegal
- Link dan Cara Daftar Seleksi PPPK 2024, Dibuka Hari ini 1 Oktober
- Industri Pinjaman Online Justru Tumbuh Pesat Hingga Rp81 Triliun, Tapi 7 Fintech Dicabut OJK!
- Istana Imbau Masyarakat Turut Meriahkan Acara Kirab Bendera Pusaka Merah Putih Besok
- Minum Air Hangat Bisa Hancurkan Lemak Perut, Memangnya Benar?
- 7 Barang di Pesawat yang Boleh Kamu Bawa Pulang, Apa Saja?
- China Ngaku Tetap Labeli 'Mobil Ramah Lingkungan' kepada Truk Pengeruk Batu Bara
- 556.000 Mobil Ford Ditarik Kembali, Ternyata Ini Alasannya
- Pertamina NRE dan MGH Energy Garap E
- Cek Susunan Upacara HUT ke
- Industri Pinjaman Online Justru Tumbuh Pesat Hingga Rp81 Triliun, Tapi 7 Fintech Dicabut OJK!
- Batal Jadi Anggota DPR, Tia Rahmania Gugat KPU ke PTUN
- 7 Buah Sumber Kalsium Terbaik, Bekal Sehat saat Usia Kian Menua
- Takut Kutu Busuk dari Paris Masuk Korea, Bandara Dijaga Anjing Pelacak
- Industri Pinjaman Online Justru Tumbuh Pesat Hingga Rp81 Triliun, Tapi 7 Fintech Dicabut OJK!